Mengenal Tokoh dan Alumni Inspiratif FAH
Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) merupakan salah satu fakultas tertua di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Fakultas ini berdiri bersamaan dengan cikal bakal UIN Jakarta, yaitu Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA), yang didirikan pada 1 Juni 1957. Pada tahun 1960, ADIA bertransformasi menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) melalui Surat Keputusan Menteri Agama RI No. 35 Tahun 1960 dengan nama Fakultas Adab. Seiring perkembangan, fakultas ini kemudian berganti nama menjadi Fakultas Adab dan Humaniora, sementara IAIN Jakarta berubah status menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 031 tanggal 20 Mei 2002. (Sejarah | Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, t.t.)
Saat ini, Fakultas Adab dan Humaniora memiliki tujuh program studi yang terdiri dari lima program sarjana (S1) dan dua program magister (S2). Sepanjang sejarahnya, fakultas ini telah mengalami 14 kali pergantian kepemimpinan, dari Prof. Dr. Bustami Arifin Abdul Gani hingga kini dipimpin oleh Dr. Ade Abdul Hak (Sejarah | Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2023)
Hingga saat ini, Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) telah melahirkan banyak lulusan yang berpengaruh dan berkontribusi besar bagi mahasiswa serta masyarakat. Mengenal sosok alumni yang inspiratif bukan hanya memberikan motivasi, tetapi juga gambaran nyata tentang perjalanan akademik dan profesional seseorang hingga mencapai kesuksesan.
Dengan memahami profil para alumni dan tokoh yang berkecimpung dalam FAH, mulai dari masa studi mereka hingga kiprah mereka di berbagai bidang mahasiswa aktif dapat menjadikannya sebagai role model dalam menempuh pendidikan dan merancang masa depan. Selain itu, keberhasilan alumni juga mencerminkan kualitas fakultas dalam mencetak lulusan yang kompeten dan berdaya saing tinggi di masyarakat.
Tokoh dan Alumni Inspiratif Fakultas Adab dan Humaniora:
1. Dr. Nurcholish Madjid, M.A.
(Cak Nur dalam IIAS Newslatter)
Nurcholish Madjid, atau akrab disapa Cak Nur, adalah seorang cendekiawan Muslim yang banyak berkontribusi pada pemikiran keislaman kontemporer. Ia lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 17 Maret 1939 dalam keluarga pesantren. Ayahnya, K.H. Abdul Madjid, adalah lulusan Pesantren Tebuireng, sementara ibunya, Hajjah Fathonah Mardiyyah, berasal dari keluarga aktivis Syarikat Dagang Islam. (Mengenang Nurcholis Madjid, Cendekiawan Muslim dengan Spektrum Menulis Luas | tempo.co, t.t.)
Dikutip dari uici.ac.id Sejak kecil, Cak Nur dibimbing dalam pendidikan agama yang kuat. Ia menempuh pendidikan di Pesantren Darul Ulum, Jombang, lalu melanjutkan ke Pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo. Pendidikan tinggi ia tempuh di IAIN Jakarta (sekarang UIN Jakarta) pada program studi Bahasa dan Sastra Arab di Fakultas Adab dan Humaniora, lulus pada tahun 1965. Setelah itu, ia melanjutkan studi doktoralnya di University of Chicago, Amerika Serikat, dengan disertasi tentang filsafat dan kalam Ibnu Taimiyah.
Dalam karirnya, beliau masuk kedalam Organisasi Ekstra dan menjabat sebagai ketua umumnya selama dua periode yakni tahun 1966-1968 dan 1969-1971. Dari pengalaman keorganisasian ini ia sukses terjun dalam dunia perpolitikan dan menjadi anggota MPR RI pada tahun 1987-1992 dan 1992-1997. Ia juga menjadi Rektor pertama dari Universitas Paramadina Mulya tahun 1998-2005, di saat yang sama ia juga menjadi Guru Besar Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1985-2005
Selain itu pemikirannya yang menjadi salah satu yang menonjol dari beliau ialah pembaharuan Islam. Menurut Cak Nur, modernisasi bukan westernisasi, rasionalisasi bukan rasionalisme, sekularisasi bukan sekularisme, dan liberalisasi bukan liberalisme. Islam yang secara harfiah bermakna “kepatuhan” atau “Ketaatan” yang diimplementasikan dengan kepasrahan pada Tuhan, maka sejatinya agama-agama di dunia ini “Islam” (pasrah pada Tuhan). (Gagasan Keislaman, Kemodernan, dan Keindonesiaan Cak Nur - UICI, t.t.)
2. Prof. Dr. Bustami Abdul Gani
(foto Bustami A. Gani dalam cover buku karya Setyadi Sulaiman terbitan Fakultas Adab dan Humaniora)
Fakultas Adab dan Humaniora bukan hanya melahirkan alumni yang berpengaruh luas, namun juga memiliki seorang tokoh yang pernah berkiprah di fakultas ini salah satunya ialah Prof. Dr. Bustami Abdul Gani. Beliau adalah seorang cendikiawan muslim yang berperan dalam pendidikan bahasa Arab di Indonesia melalui jalur pendidikan di perkuliahan yakni IAIN yang sekarang kita kenal UIN Jakarta.
Beliau lahir di kabupaten Agam, Bukit Tinggi, Sumatera Barat 24 Desember 1912. Dalam perjalanan pendidikannya diawali dengan Gouvernement Kelas Dua (setara dengan SD) selama 5 tahun di Bukittinggi kemudian lanjut di usia 15 tahun (1927) ia melanjutkan studi di Madrasah Indonesia di Mekkah, Arab Saudi, dan memperoleh ijazah tingkat tsanawiyah aliyah tahun 1932. Studinya pun ia lanjutkan ke Mesir pada program al-Azhar li al-Guraba’ Cairo. Setelah dari situ ia melanjutkan pendidikan di Madrasah Dar al-Ulum, yakni perguruan khusus mengkaji bahasa dan sastra Arab. Pada tahun 1938 ia memperoleh ijazah tadris atau diploma guru dan kembali ke tanah air untuk berkhidmat.
Dalam karirnya ia menjadi pengajar dan wakil direktur Madrasah Normal Islam, Padang, yang didirikan Muhammad Yunus, kemudian bersama mertuanya Syekh Ibrahim Musa mere mendirikan Kulliyah ad-Diniyah (Fakultas Agama) di Parabek. Dedikasinya terhadap pendidikan terus berlanjut hingga tahun 1952, di mana ia aktif mendirikan berbagai madrasah. Pada tahun 1954, ia merantau ke Jakarta atas permintaan Departemen Agama untuk membentuk sebuah perguruan bahasa Arab.
Tahun 1960 menjadi tonggak penting ketika ADIA dan PTAIN digabungkan menjadi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada saat itu, ia diangkat sebagai guru besar dalam mata kuliah Bahasa Arab serta menjabat sebagai Dekan Fakultas Adab hingga tahun 1972. Selain itu, ia juga menjabat sebagai Wakil Rektor III bidang kemahasiswaan pada tahun 1963 dan 1969.
Kontribusinya di IAIN Jakarta, khususnya di Fakultas Adab dan Humaniora, sangat besar. Untuk mengenang jasanya, diterbitkan sebuah buku berjudul Sang Begawan Bahasa Arab. Selain itu, ruang Teater Abdul Gani diresmikan sebagai tempat untuk acara resmi, seminar, hingga yudisium.(Bustami Abdul Gani - Ensiklopedia Islam, t.t.)
3. Prof. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, M.A.
( Prof Sudarnoto menyampaikan orasi ilmiah pada pengukuhan guru besar)
Prof. Sudarnoto adalah seorang tokoh berpengaruh dalam menyuarakan isu-isu kemanusiaan dan perdamaian dunia, terutama terkait konflik Israel dan Palestina. Sesuai dengan bidang yang ia tekuni, saat ini ia menjabat sebagai Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional.
Beliau lahir di Kauman, Banjarnegara, pada 3 Februari 1959.(Mengenal Sudarnoto Abdul Hakim Lewat Jejak Aktivisme Politik Islam dan Kemanusiaan, t.t.) Sebagai akademisi sekaligus aktivis Muhammadiyah, Prof. Sudarnoto dikenal telah banyak menulis karya dan analisis mengenai sejarah Islam serta politik di Asia Tenggara.
Perjalanan studinya diawali dengan arahan sang ayah yang menyekolahkannya di Pesantren Persis Bangil dekat Pasuruan. Pesantren ini dipimpin oleh A. Hasan, seorang ulama yang pernah jadi guru dari M. Natsir dan Presiden Soekarno. Setelah lulus dari pesantren, Beliau melanjutkan Studi Fakultas Adab IAIN Jakarta.
Studi dilanjutkan dengan memperoleh beasiswa dari CIDA (Canadian Internasional Development Agency) yang membawanya melanjutkan studi megister di University of McGill Canada. Selanjutnya, melanjutkan Studi S3 di IAIN Jakarta dengan disertasi yang membahas angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM), organisasi yang pernah dipimpin oleh Anwar Ibrahim (Perdana Menteri Malaysia saat ini).
Sebagai aktivis Muhammadiyah, beliau telah berkiprah sejak muda, dari tingkat pemuda hingga menjadi Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Saat ini, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Lembaga Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah.
Di Majelis Ulama Indonesia (MUI), beliau juga aktif dalam berbagai peran strategis. Pada periode 2016–2022, ia dipercaya sebagai Ketua Komisi Pendidikan dan Kader MUI. Kini, beliau menjabat sebagai Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional. (Fatunnisa, t.t.)
4. Fuad Jabali, M.A., Ph.D.
(foto berasal dari file pribadi penulis)
Fuad Jabali adalah seorang peneliti sekaligus dosen yang fokus meneliti berbagai aspek keislaman, mencakup Sirah Nabawiyah, Sejarah Peradaban Islam, Teologi Islam, serta isu-isu Islam modern seperti gender, radikalisme, demokrasi, dan masyarakat akar rumput.(Apriesta, t.t.) Beliau sendiri lahir di Bandung, Jawa Barat pada 11 September 1965. Meskipun informasi mengenai kehidupan pribadinya tidak terlalu banyak dibahas, karyanya telah menjadi sorotan dalam berbagai kajian akademik
Perjalanan akademiknya dimulai di Fakultas Adab, Program Studi Sejarah dan kebudayaan Islam, dimana ia meraih gelar sarjana (S1) pada tahun 1989. Ia kemudian melanjutkan studi Megister di University of London tahun 1992, dengan mengambil program Islamic Societies and Cultures dari School of Oriental and African Studies (SOAS). Sementara studi S3 diambil di Institute of Islamic Studies, McGill University tahun 1999 bidang Islamic Studies.
Setelah menyelesaikan pendidikan di luar negeri, ia juga mengikuti Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI. Saat ini, beliau merupakan dosen tetap di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta mengajar di Fakultas Adab dan Humaniora untuk Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam (S1). (Profil Ustadz Dr. Fuad Jabali, MA, t.t.)
Salah satu karyanya yang paling dikenal adalah "The Companions of the Prophet: A Study of Geographical Distribution and Political Alignment", yang diterbitkan di Leiden pada tahun 2003, dan kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Mizan pada tahun 2010.
Selain sebagai akademisi, beliau juga aktif sebagai peneliti senior di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, serta pernah menjabat sebagai Kepala Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LP2M) UIN Jakarta.(Apriesta, t.t.)
5. Prof. Amelia Fauzia, M.A., Ph.D.
Prof. Amelia Fauzia, Ph.D. adalah akademisi, peneliti, dan dosen yang dikenal atas kontribusinya dalam kajian Filantropi Islam, Sejarah Islam, dan Hubungan Agama dan Negara. Fokus penelitiannya mencakup zakat, wakaf, dan bentuk-bentuk amal sosial dalam Islam, khususnya dalam konteks Indonesia dan Asia Tenggara.(Dr Amelia Fauzia, t.t.; Fauzia, t.t.) Tak banyak yang menulis terkait biografi pribadinya namun banyak karya tulisan beliau yang sangat berpengaruh di masyarakat.
Saat ini, beliau menjabat sebagai Profesor di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta serta aktif sebagai Honorary Senior Lecturer di University of New South Wales (UNSW), Australia. Prof. Amelia Fauzia menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) di Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.(PDDikti, t.t.) Ia kemudian melanjutkan studi magister dan doktoralnya di University of Melbourne, Australia, dengan fokus pada sejarah Islam dan filantropi.
Gelar Ph.D. dalam bidang Islamic Studies ia peroleh dari University of Melbourne, dengan disertasi yang membahas peran filantropi dalam sejarah Islam di Indonesia. Karya ini kemudian diterbitkan dalam bentuk buku berjudul "Faith and the State: A History of Islamic Philanthropy in Indonesia" oleh Brill pada tahun 2013, yang menjadi referensi penting dalam kajian filantropi Islam. Selain itu, ia juga pernah menjadi fellow peneliti di National University of Singapore (NUS) dan Harvard Kennedy School dalam berbagai program riset terkait Islam dan pembangunan sosial.(Dr Amelia Fauzia, t.t.)
Sebagai akademisi, Prof. Amelia Fauzia memiliki berbagai pengalaman kepemimpinan di dunia akademik dan penelitian. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Social Trust Fund UIN Jakarta, lembaga yang berfokus pada pemberdayaan sosial berbasis keagamaan. Selain mengajar di UIN Jakarta, ia juga aktif sebagai Honorary Senior Lecturer di UNSW, Sydney, Australia, di mana ia terlibat dalam penelitian dan pengajaran mengenai Islam dan masyarakat kontemporer.
Prof. Amelia juga menjadi anggota berbagai jaringan riset global dan sering terlibat dalam proyek penelitian internasional yang membahas hubungan agama dan negara, zakat, wakaf, serta kebijakan sosial berbasis Islam.
Beberapa publikasi pentingnya meliputi:
- "Faith and the State: A History of Islamic Philanthropy in Indonesia" (Brill, 2013) – sebuah studi mendalam tentang sejarah dan perkembangan filantropi Islam di Indonesia.
- Artikel-artikel di jurnal internasional yang membahas zakat, wakaf, dan peran Islam dalam pembangunan sosial.
- Buku dan laporan penelitian mengenai peran agama dalam kebijakan sosial dan filantropi di Asia Tenggara.
Prof. Amelia Fauzia telah menerima berbagai penghargaan dan hibah penelitian dari lembaga nasional maupun internasional, termasuk dari Australia Research Council (ARC) dan pemerintah Indonesia. Sebagai akademisi yang aktif dalam kajian Islam dan filantropi, beliau terus berkontribusi dalam diskusi akademik dan kebijakan publik mengenai hubungan agama dan pembangunan sosial di tingkat nasional maupun global.
Sepanjang sejarahnya, Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah melahirkan banyak cendekiawan dan pemikir besar yang memberikan kontribusi signifikan dalam berbagai bidang. Nurcholish Madjid, misalnya, dikenal sebagai pemikir besar Islam yang membawa gagasan pembaruan dan pluralisme dalam konteks keislaman di Indonesia. Bustami Abdul Gani turut berperan dalam pengembangan kajian bahasa dan sastra Arab, membentuk generasi akademisi yang memahami tradisi keilmuan Islam secara mendalam.
Di bidang sejarah dan pemikiran Islam, Prof. Sudarnoto Abdul Hakim dan Dr. Fuad Jabali telah memperkaya kajian akademik, khususnya dalam studi sejarah peradaban Islam dan politik di Asia Tenggara. Sementara itu, Prof. Amelia Fauzia menjadi salah satu akademisi terkemuka dalam kajian filantropi Islam, menghubungkan nilai-nilai keagamaan dengan kebijakan sosial yang berdampak luas.
Jejak mereka adalah bukti bahwa FAH UIN Jakarta tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga wadah lahirnya para pemikir dan pemimpin yang mampu membawa perubahan di tingkat nasional maupun global.
Dengan fondasi keilmuan yang kuat di bidang bahasa, sastra, sejarah, dan kebudayaan, fakultas ini terus berkomitmen mencetak lulusan yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga berkontribusi nyata bagi masyarakat, bangsa, dan dunia. Jejak alumni yang telah berperan di ranah akademik, sosial, dan kebijakan publik menjadi bukti bahwa FAH adalah tempat terbaik bagi generasi muda yang ingin mengembangkan wawasan humaniora dan menjadi bagian dari perubahan.
Ke depan, fakultas ini akan terus menghasilkan lebih banyak tokoh inspiratif yang membawa nama UIN Jakarta ke kancah nasional maupun internasional. Sebagai bagian dari komunitas intelektual FAH UIN Jakarta, mahasiswa dan alumni memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan tradisi keilmuan, inovasi, dan kontribusi yang telah diwariskan oleh para pendahulu. Masa depan humaniora ada di tangan mereka yang berani berpikir, berkarya, dan berkontribusi.
Penulis: Rahmat Mubaroq